Rss Feed Facebook Twitter Google Plus

post:


Kisah Manis dibalik Pedasnya Cabai

Seperti tanaman lainnya, cabai juga mempunyai banyak varian. Salah satu varian cabai yang kini sedang ramai dibicarakan adalah cabai warna-warni atau cabai pelangi. Cabai dengan nama asli bolivian rainbow ini berasal dari Amerika Selatan. Bentuknya seperti cabai rawit besar. Rasanya juga pedas dan bisa untuk teman menyantap gorengan.

Namun, di Indonesia, cabai pelangi lebih banyak dijadikan tanaman h
ias. Bibit cabai ini banyak dijual di jagad online karena permintaannya memang tinggi. Salah seorang pembudidaya sekaligus pedagang bibit cabai pelangi adalah Bayu Tedja Perdana di Balikpapan, Kalimantan Timur. Ia sudah dua tahun menekuni usaha ini.

Awalnya, ia membeli benih dari Negeri Paman Sam dan membudidayakannya. Hingga saat ini, dia mempunyai sekitar 250 pohon cabai yang terdiri dari 100 jenis varian. Beberapa di antaranya adalah bolivia rainbow, cabaca roxa, dan white devil tongu’e.

Laki-laki yang kerap disapa Bayu ini membudidayakan cabai di lahan seluas 700 meter persegi (m²). “Sebenarnya tanaman ini sudah pernah populer dua tahun lalu, tapi hanya di kalangan komunitas cabai hias,” katanya.

Karena sekarang sedang naik daun lagi, Bayu mulai gencar menjual tanaman yang identik dengan rasa pedas ini. Dia membanderol harga benih cabai pelangi mulai Rp 10.000 yang terdiri dari enam biji cabai, dan Rp 12.000 untuk 12 biji cabai.

Dalam seminggu dia menerima 10 hingga 20 pesanan dari seluruh wilayah Indonesia. Dalam sebulan dia bisa mendapat omzet Rp 1 juta hingga Rp 2 juta. Meski omzetnya masih kecil, laba bersih yang didapatnya besar, yakni sekitar 80% dari omzet.

Keuntungannya besar karena benih yang dijual hanya berupa biji. Nah, dalam satu buah memiliki biji dalam jumlah cukup banyak. Hingga saat ini, Bayu tidak melayani permintaan pohon cabai pelangi karena rusak bila dikirim dalam jarak jauh.  

Pembudidaya lainnya adalah Reza di Semarang, Jawa Tengah. Ia sudah hampir setahun membudidayakan cabai pelangi. Menurutnya, tidak ada perbedaan rasa cabai pelangi dengan cabai lainnya.  "Rasanya bahkan agak lebih pedas dari cabe merah biasa," kata Reza.

Kendati bisa dikonsumsi layaknya cabai pada umumnya, kebanyakan orang membeli tanaman cabai ini bukan buat dikonsumsi. Tapi buat tanaman hias. Saat ini, Reza mengelola lahan seluas 2 m x 6 m untuk membudidayakan cabai rainbow. Dari lahan tersebut, ia menghasilkan 1.000–2.000 butir cabai setiap panennya.

Reza menjual biji cabai yang sudah dikemas. Satu paketnya berisi 10 biji–50 biji cabai, dengan harga Rp 20.000-Rp 30.000 per paket. Reza mengaku, bisa meraup omzet Rp 5 juta per bulan.

Warna yang dihasilkan cabai pelangi cukup unik karena menghasilkan berbagai macam warna mulai dari merah, jingga, ungu, dan lainnya. Asal tahu saja, efek warna bak pelangi ini dihasilkan dari proses pematangan cabai yang tidak bersamaan.

Keunikan ini membuat cabai pelangi menjadi popular di kalangan pencinta tanaman. Saat ini pun, tanaman ini sudah banyak menghiasi halaman rumah. Membudidayakan tanaman ini terbilang mudah dan sederhana.

Bayu Tedja Perdana, pembudidaya cabai pelangi asal Balikpapan menjelaskan, tanaman ini bisa tumbuh dari biji dengan cara disemai. Tahap awal adalah proses penyemaian biji dalam gelas plastik yang berisi dua hingga empat biji cabai.

Setelah batang dan daunnya tumbuh berjumlah empat hingga enam lembar, ada baiknya tanaman segera dipindahkan ketempat yang lebih besar. Tujuannya agar  tanaman bisa tumbuh dengan maksimal. Untuk media tanam dapat menggunakan campuran tanah, pupuk organik dari kotoran kambing, dan sekam bakar dengan komposisi 30:30:40.

Untuk perawatannya cukup mudah, tanaman ini hanya butuh disiram bila udara sedang terik. Jangan sampai tanah terlalu banyak air nanti bisa busuk dan mati. "Cabai pelangi sudah bisa dikonsumsi setelah berusia 3,5 bulan,” katanya pada KONTAN.

Sementara menurut Reza, pembudidaya cabai pelangi lainnya, menambahkan, media tanam perlu ditambah kompos, pupuk dan sekam yang dicampur rata serta disiram untuk perawatannya. Reza memilih tray sebagai media tanam cabai pelangi. "Tray ini bisa dibeli di toko pertanian yang menjual perlengkapan dan perawatan untuk bercocok tanam," kata Reza.

Setelah empat minggu maka akan tumbuh tunas-tunas cabai pelangi sudah mulai terlihat sedikit besar. Saat itulah perawatan dimulai dengan cara pemupukan. Untuk pupuk, Reza menggunakan pupuk NPK agar akar cabai pelangi kuat.

Akan tetapi, pemupukan tidak dapat dilakukan sesering mungkin, hanya setiap tiga minggu sekali. Jenis pupuk lainnya yang dipakai oleh Reza adalah AB Mix. "Ini digunakan agar hasil buahnya banyak," jelas Reza.

Biaya untuk perawatannya pun tidak mahal. Reza hanya perlu merogoh kocek sekitar 10% dari omzet, yaitu sekitar Rp 200.000 sampai

Rp 500.000 per bulan untuk membiayai perawatan cabai warna-warni ini.
Reza mengingatkan, hal yang harus diperhatikan agar tidak terjadi gagal panen adalah kondisi tanah harus tetap lembab. Jangan sampai lahan tanam terlalu kering dan jangan pula tanah dalam kondisi sangat basah.



Share This :

Wirapedia

Wirapedia adalah blog yang mempromosikan UKM di Solo dan sekitarnya.

youtube